Minggu, 06 Januari 2019

Memahami Hak Tanggungan, Sertifikat Hak Tanggungan, Roya dan Prosesnya



Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau yang lebih dikenal sebagai UU Hak Tanggungan, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan terhadap hak atas tanah.
Secara gampang dapat kita pahami jika kita mengajukan pinjaman uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya maka sertifikat rumah atau property lainnya kita serahkan sebagai jaminannya.
Proses yang harus dilalui ketika kita mengajukan pinjaman tersebut
adalah dengan menandatangani Perjanjian Kredit  (PK) diikuti dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di PPAT berdasarkan PK tersebut. Dalam PK dan APHT dicantumkan segala sesuatu tentang kredit dan pelaksanaannya.
Diantara data yang penting yang harus dicantumkan di dalam PK dan APHT adalah jumlah hutang si debitur dan tata cara pembayaran dan pelunasannya. Lainnya, juga disepakati hak dan kewajiban masing-masing pihak. Tak lupa juga dicantumkan solusi yang diambil jika debitur wanprestasi (cidera janji) dalam membayar kewajibannya.
Jika debitur wanprestasi maka bank terlebih dahulu mencari solusi dengan cara musyawarah, kemudian jika musyawarah untuk mufakat tidak dapat diselesaikan maka penyelesaian hutang piutang dengan menggunakan pasal 6 UU No 4 tahun 1006 yang berbuyi :

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”

Jadi dengan adanya pasal ini maka kreditur berhak menjual jaminan melalui lelang eksekusi yang bekerjasama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Kemudian hasil lelangnya digunakan untuk melunasi hutang debitur.

Oleh karena itu dalam proses lelang, bank harus menjual objek jaminan lebih tinggi dari jumlah hutang debitur kemudian sisa penjualan tersebut diberikan kepada debitur.
Namun adakalanya kreditur mempersilahkan pemilik menjual terlebih dahulu objek miliknya di luar lelang, karena kepentingan bank hanyalah uangnya sebesar hutang debitur didapatkan kembali dan bank terhindar dari kredit macet atau non performing loan (NPL). Sehingga performa bank tersebut di mata Bank Indonesia juga tetap baik.

KPR Primary Product dan Secondary Product
Proses Pemberian Hak Tanggungan ini sama saja antara primary product dari developer atau pinjaman dengan jaminan secondary product.
Dimana Primary product adalah properti yang dijual oleh developer untuk pertama kali atau properti baru. Sedangkan secondary product adalah properti yang diperjualbelikan antar masyarakat.
Bedanya pada primary product adakalanya rumah belum terbangun sehingga developer memerlukan kerjasama dengan bank dan jenis pinjaman pun hanya berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sedangkan secondary product rumah sudah ada sehingga pemilik bebas memilih dan mengajukan skema pinjaman kepada kreditur.
Skema tersebut bisa berupa KPR juga atau jenis pinjaman lain dengan jaminan sertifikat hak properti tersebut.

KPR Inden dan KPR Ready Stock
KPR oleh developerpun bisa dibedakan antara KPR inden dan KPR ready stock. KPR inden adalah pembebanan hak tanggungan kepada objek yang belum dibangun. Oleh karena itu bank atau kreditur memerlukan kerjasama dengan developer untuk melakukan pembiayaan dengan jaminan rumah inden.
Kerjasama dengan developer untuk memastikan bahwa developer betul-betul akan melaksanakan pembangunan sesuai dengan spesifikasi bangunan yang sudah disepakat dalam Perjanjian Kredit (PK) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Karena apabila tidak ada kerjasama dan hubungan baik dengan developer maka bank tidak bersedia menerima pengajuan kredit oleh debitur.
Saat ini beberapa bank mensyaratkan agar objek yang menjadi jaminan harus dibangun beberapa persen terlebih dahulu barulah akad kredit dan KPR bisa cair. Dan cairnyapun secara bertahap sesuai peraturan Bank Indonesia.
Sedangkan KPR ready stock adalah KPR untuk rumah yang sudah terbangun 100%, sehingga prosesnya lebih cepat dan mudah karena bank bisa langsung melihat kondisi jaminannya. Dengan melihat jaminan maka bank bisa melakukan penilaian (appraisal) terhadap jaminan tersebut sehingga bisa menentukan harga properti. Sehingga bank dapat menentukan plafon kredit yang bisa diberikan.

Cara Bank Menilai Debitur
Penilaian untuk memberikan kredit lainnya adalah kondisi finansial debitur. Kondisi finansial berhubungan dengan pemasukan dari kreditur yang dapat dibuktikan dan dipercayai oleh bank.
Misalnya, untuk seorang karyawan maka untuk mengetahui kemampuan finansialnya maka bank akan melihat gajinya per-bulan, gabungan antara suami dan istri (jika si debitur sudah berumah tangga).
Untuk wiraswasta performance keuangan akan dilihat dari banyaknya uang masuk dan keluar dari rekeningnya. Pertimbangan selanjutnya kreditur memberikan pinjaman adalah penilaian terhadap attitude debitur. Jika attitude-nya baik maka bank akan memberikan pinjaman. Begitu juga jika attitude-nya tidak baik maka bank tidak akan meloloskan proposalnya.
Bank menilainya dari proses mereka berinteraksi termasuk riwayat kredit debitur pada masa lalu. Misalnya dia selalu menepati janji, selalu membayar kewajibannya tepat waktu, dan lain-lain. Sifat-sifat seperti ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi bank.
Cara Bank Menilai Developer
Semua developer properti, baik orang pribadi atau perusahaan dapat mengajukan kerjasama pembiayaan kepada bank. Namun tidak semua developer diterima permohonan kerjasamanya. Ada penilaian dan syarat-syarat tertentu yang dijadikan patokan oleh bank dalam meluluskan permohonan kerjasama tersebut.
Bank akan menilai developer dari track record-nya dalam pembangunan proyek sebelumnya. Developer yang sudah membangun proyek di lokasi lain lebih mudah mendapat approval ketimbang developer baru.
Apalagi kerjasama diajukan oleh developer yang sudah punya nama, makin mudahlah mereka mengajak kerjasama dengan bank dalam pembiayaan pembelian konsumen. Bahkan dengan kondisi tersebut, banklah yang berharap dapat bekerjasama dengan mereka.
Penilaian bank selanjutnya adalah proyek yang akan dijadikan objek pembiayaan. Proyek tersebut haruslah berada di lokasi yang memang banyak permintaan propertinya. Artinya proyek tersebut akan mudah terjual.
Tak lupa bank juga menilai syarat legalitas dari proyek dan PT-nya. Legalitas proyek berupa sertifikat tanah yang dijadikan proyek. Bank mensyaratkan untuk mengajukan kerjasama, tanahnya sudah harus bersertifikat. Legalitas proyek lainnya adalah legalitas dari sisi perijinan.
Bank akan meluluskan permohonan kerjasama developer apabila perijinan proyek sudah lengkap.
Persyaratan lainnya bagi developer yang akan megajukan kerjasama pembiayaan kepada bank adalah legalitas developer sebagai badan hukum. Bank lebih suka bekerjasama dengan developer berbentuk badan hukum dibandingkan dengan orang pribadi. Walaupun tidak tertutup kemungkinan bank menyetujui kerjasama dengan developer orang pribadi, terutama untuk proyek yang tidak terlalu luas yang pelaksananya berupa orang pribadi



Pencatatan Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan
Walaupun sudah ada PK dan APHT yang menyatakan bahwa objek hak atas tanah sudah menjadi jaminan terhadap hutang pemegang haknya, di dalam sertifikat tetap tidak ada pencatatan karena yang berhak melakukan pencatatan adalah Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan masing-masing daerah.
Oleh karena itu berdasarkan kuasa dari kreditur atau bank pemberi kredit, PPAT mengajukan pencatatan atau pemasangan Hak Tanggungan kepada Kantor Pertanahan.
Seiring dengan proses tersebut, Kantor Pertanahan mengeluarkan Sertifikat Hak Tanggungan yang berisi data-data dan keterangan-keterangan tercantum dalam APHT. Jadi Sertifikat Hak Tanggungan ini berfungsi sebagai bukti bahwa atas objek tersebut dibebankan hak tanggungan, demikian menurut UU Hak Tanggungan.

Syarat-syarat pengajuan pemasangan Hak Tanggungan :
Ø Asli sertifikat.
Ø Asli Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Ø Kartu Tanda Penduduk (KTP) kreditur.
Ø KTP kan KK debitur untuk debitur orang pribadi.
Ø Akta pendirian perseroan dan perubahannya, untuk debitur badan hukum.
Ø SK Pengesahan badan hukum perseroan.
Ø Surat kuasa pemasangan hak tanggungan dari kreditur.
Ø KTP penerima kuasa.
Ø Surat pengantar pemasangan hak tanggungan dari PPAT.
Ø Mengisi form yang ada di kantor pertanahan
Ø Membayar biaya pemasangan hak tanggungan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai Surat Perintah Setor (SPS) di kantor pertanahan.
Ø Setelah proses  pencatatan Hak Tanggungan di sertifikat dan Sertifikat Hak Tanggungan selesai, maka sertifikat dan Sertifikat Hak Tanggungan kembali diserahkan ke PPAT untuk disimpan oleh kreditur sampai hutang dilunasi.

Bank Mengeluarkan Surat Roya ketika Hutang Debitur Lunas
Ketika hutang sudah dilunasi maka bank mengeluarkan Surat Keterangan Lunas dan Surat Roya yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang berisi permohonan agar catatan Hak Tanggungan segera dihapus.
Dengan dikeluarkannya Surat Roya, maka seluruh berkas-berkas, diantaranya asli sertifikat dan Sertifikat Hak Tanggungan kembali diserahkan kepada pemilik dan pemilik bisa mengajukan penghapusan catatan yang ada disertifikat mengenai Pembebanan Hak Tanggungan atau pembebanan hutang tersebut kepada Kantor Pertanahan.

Permohonan Roya Bisa Dikuasakan
Permohonan roya bisa dilakukan sendiri oleh pemilik sertifikat bisa juga dengan menguasakan kepada orang lain. Biasanya untuk melakukan roya ini masyarakat lebih mempercayakan prosesnya kepada Notaris dan PPAT. Karena Notaris dan PPAT adalah pejabat publik yang dipercaya oleh masyarakat untuk urusan perdata.
Notaris untuk membuat akta-akta otentik, seperti akta perikatan perdata dan perjanjian-perjanjian, pendirian badan usaha seperti perseroan terbatas (PT), CV, yayasan dan lain-lain.
Sementara Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT adalah pejabat publik yang berfungsi untuk membuat akta-akta otentik yang berhubungan dengan tanah dan bangunan.
PPAT bisa membuat akta jual beli, akta hibah, akta tukar menukar, akta pemasukan dalam perusahaan, akta pembagian hak bersama, akta pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, akta pemberian hak tanggungan, akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
Dengan mengajukan roya maka BPN kemudian menghapus pencatatan Hak Tanggungan pada sertifikat berdasarkan Surat Roya dari kreditur, dan sertifikat kembali bersih.

Syarat-Syarat Pengajuan Roya :
Ø Asli sertifikat hak atas tanah dan bangunan
Ø Asli sertifikat hak tanggungan
Ø Surat roya dari bank
Ø Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) pemohon
Ø Surat kuasa, apabila pengurusannya dikuasakan.
Ø KTP penerima kuasa
Ø Mengisi surat permohonan yang disediakan oleh kantor pertanahan
Ø Membayar biaya roya sesuai dengan yang tertera dalam surat perintah setor (SPS) yang terbit setelah berkas diperiksa oleh petugas di loker penerimaan berkas.
Proses roya ini tidak memakan waktu lama hanya sekitar seminggu bahkan kurang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar