Jumat, 13 Oktober 2017

APAKAH LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN DAN BERTINDAK SELAKU KUASA HUKUM KONSUMEN SEHINGGA DAPAT BERACARA DI PENGADILAN ?



Pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen di Indonesia, dan peran aktif tersebut diberikan melalui organisasi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat dan memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga non-
pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
Tugas LPKSM menurut Pasal 44 ayat (3) UUPK adalah
1. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
3. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
4. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) huruf c UUPK, LPKSM mempunyai hak untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dengan syarat, LPKSM tersebut berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasarnya disebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan LPKSM tersebut telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Oleh sebab itu untuk dapat menggugat LPKSM harus dapat membuktikan bahwa dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dapat berprofesi memberi jasa hukum. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan/perkumpulan/badan usaha agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (legal person/rechtperson). Menurut doktrin ilmu hukum syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah ;
2. Mempunyai tujuan tertentu ;
3. Mempunyai kepentingan sendiri ;
4. Adanya kepengurusan/organisasi yang teratur ;

Terkait dengan ketentuan mengenai kuasa untuk beracara di pengadilan dalam hukum acara Perdata sebagaimana diatur dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 halaman 53-54, disampaikan bahwa yang dapat bertindak sebagai kuasa/wakil dari penggugat/tergugat atau pemohon di pengadilan adalah :
a. Advokat, sesuai dengan pasal 32 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Penasihat Hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-Undang Advokat mulai berlaku dinyatakan sebagai Advokat;
b. Jaksa dengan kuasa khusus sebagai kuasa/wakil Negara/Pemerintah sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI;
c. Biro Hukum Pemerintah/TNI/Kejaksaan R.I.;
d. Direksi/Pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum;
e. Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan (misalnya LBH, Hubungan Keluarga, Biro Hukum TNI/Polri untuk erkara-perkara yang menyangkut anggota / keluarga TNI/Polri
f. Kuasa insidentil dengan alasan hubungan keluarga sedarah / semenda dapat diterima sampai dengan derajat ketiga yang dibuktikan surat keterangan kepala desa / kelurahan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa LPKSM tidak bisa memberikan jasa bantuan hukum dan beracara di pengadilan karena LPKSM bukan merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai kuasa/wakil dari penggugat/tergugat atau pemohon untuk beracara di pengadilan sebagaimana diatur dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, dan LPKSM juga tidak mempunyai kewenangan untuk beracara sebagaimana diatur dalam UU PK. Hak yang diberikan oleh UUPK kepada LPKSM hanyalah sebatas hak untuk menggugat. Hak untuk menggugat dari LPKSM itu pun harus dibuktikan dengan status lembaga yang bersangkutan, yakni harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UUPK.

Menurut Aman Sinaga, S.H., Konsultan Hukum Perlindungan Konsumen pada Direktorat Pemberdayaan Konsumen Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, tugas LPKSM salah satunya adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. Pria yang juga menjabat sebagai anggota BPSK Propinsi DKI Jakarta ini juga menyampaikan bahwa tugas tersebut bukan berarti LPKSM dapat serta merta menggugat dan menjadi kuasa hukum untuk beracara di persidangan. Lebih lanjut Aman menyatakan bahwa selama ini banyak LPKSM yang bekerja di luar rambu-rambu peraturan yang ada, atas permasalahan tersebut maka pihak yang mempunyai wewenang untuk melakukan pembinaan kepada LPKSM adalah Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan.

Dalam kesempatan yang lain Ganef Judawati, Direktur Pemberdayaan Konsumen, Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa pada prinsipnya LPKSM mempunyai hak mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 46 ayat (1) huruf c UUPK, hak yang diberikan oleh UU PK tersebut berarti bahwa dalam perkara sengketa konsumen di Pengadilan, LPKSM hanya bisa memposisikan diri sebagai Penggugat bukan sebagai kuasa hukum/Advokat dari konsumen. Lebih lanjut menurut Ganef, sehubungan dengan banyaknya LPKSM yang telah bertindak di luar ketentuan yang berlaku maka Kementerian Perdagangan cq. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen cq. Direktorat Pemberdayaan Konsumen akan memberikan pembinaan.
Guna menghadapi tantangan ke depan, DJKN perlu mempersiapkan diri, terlebih bagi petugas penangan perkara pada tingkat Kantor Pelayanan. Hal ini harus diantisipasi mengingat semakin meningkatnya kualitas maupun kuantitas permasalahan yang muncul dan bersinggungan dengan sengketa konsumen dari kegiatan lelang yang dilaksanakan oleh DJKN. Substansi penyelesaian sengketa konsumen harus benar-benar dipahami sehingga pada akhirnya pegawai DJKN bukan hanya berperan sebagai petugas penangan perkara saja, akan tetapi juga cerdas sebagai konsumen yang sadar akan hak-haknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar